Minggu, 03 Juni 2018

PERBEDAAN ETIKA BISNIS KONVENSIONAL DENGAN ETIKA BISNIS DALAM ISLAM


PERBEDAAN ANTARA ETIKA BISNIS ISLAM (SYARIAH) DAN KONVENSIONAL
Etika ialah norma, nilai-nilai, kaidah dan ukuran-ukuran bagi tingkah laku manusia yang baik. Bisnis adalah sebuah kegiatan yang didalamnya terdapat produsen dan konsumen yang menjual barang dan jasa dan membeli barang untuk mendapatkan suatu keuntungan atau laba. Dalam ekonomi kapitalis,dimana pembisnis lebih mementingkan diri sendiri daripada diri orang lain, dan pembisnis selalu berusaha untuk mendapatkan keuntungan yang banyak dari usaha yang mereka jalankan. Kegiatan usaha dalam pandangan Islam adalah dimana muslim harus memerhatika aturan agama agar didalam berbisnis tidak terjadi keserakahan, kecurangan, dan keegoisan. Etika itu dijalankan dengan baik didalam usaha bisnis agar usaha-usaha yang dijalankan dapat berjalan dengan lancar dan dapat menciptakan masyarakat yang makmur dan sejahtera. Dan memang itulah yang Rasulullah ajarkan didalam agama Islam untuk berbisnis. Etika Bisnis Islami
A.    ETIKA BISNISISLAM (SYARI’AH)
Etika bisnis islami lahir di Amerika pada tahun 1970 an kemudian meluas ke Eropa tahun 1980 an dan menjadi fenomena global di tahun 1990 an jika sebelumnya hanya para teolog dan agamawan yang membicarakan masalah-masalah moral dari bisnis, sejumlah filsuf mulai terlibat dalam memikirkan masalah-masalah etis disekitar bisnis, dan etika bisnis dianggap sebagai suatu tanggapan tepat atas krisis moral yang meliputi dunia bisnis di Amerika Serikat, akan tetapi ironisnya justru negara Amerika yang paling gigih menolak kesepakatan Bali pada pertemuan negara-negara dunia tahun 2007 di Bali. Ketika sebagian besar negara-negara peserta mempermasalahkan etika industri negara-negara maju yang menjadi sumber penyebab global warming agar dibatasi, Amerika menolaknya.

Jika kita menelusuri sejarah, dalam agama Islam tampak pandangan positif terhadap perdagangan dan kegiatan ekonomis. Nabi Muhammad SAW adalah seorang pedagang, dan agama Islam disebarluaskan terutama melalui para pedagang muslim. Dalam Al Qur’an terdapat peringatan terhadap penyalahgunaan kekayaan, tetapi tidak dilarang mencari kekayaan dengan cara halal (QS: 2;275) ”Allah telah menghalalkan perdagangan dan melarang riba”. Islam menempatkan aktivitas perdagangan dalam posisi yang amat strategis di tengah kegiatan manusia mencari rezeki dan penghidupan. Hal ini dapat dilihat pada sabda Rasulullah SAW: ”Perhatikan oleh mu sekalian perdagangan, sesungguhnya di dunia perdagangan itu ada sembilan dari sepuluh pintu rezeki”. Dawam Rahardjo justru mencurigai tesis Weber tentang etika Protestantisme, yang menyitir kegiatan bisnis sebagai tanggungjawab manusia terhadap Tuhan mengutipnya dari ajaran Islam.

Kunci etis dan moral bisnis sesungguhnya terletak pada pelakunya, itu sebabnya misi diutusnya Rasulullah ke dunia adalah untuk memperbaiki akhlak manusia yang telah rusak. Seorang pengusaha muslim berkewajiban untuk memegang teguh etika dan moral bisnis Islami yang mencakup Husnul Khuluq. Pada derajat ini Allah akan melapangkan hatinya, dan akan membukakan pintu rezeki, dimana pintu rezeki akan terbuka dengan akhlak mulia tersebut, akhlak yang baik adalah modal dasar yang akan melahirkan praktik bisnis yang etis dan moralis. Salah satu dari akhlak yang baik dalam bisnis Islam adalah kejujuran (QS: Al Ahzab;70-71). Sebagian dari makna kejujuran adalah seorang pengusaha senantiasa terbuka dan transparan dalam jual belinya ”Tetapkanlah kejujuran karena sesungguhnya kejujuran mengantarkan kepada kebaikan dan sesungguhnya kebaikan mengantarkan kepada surga” (Hadits). Akhlak yang lain adalah amanah, Islam menginginkan seorang pebisnis muslim mempunyai hati yang tanggap, dengan menjaganya dengan memenuhi hak-hak Allah dan manusia, serta menjaga muamalah nya dari unsur yang melampaui batas atau sia-sia. Seorang pebisnis muslim adalah sosok yang dapat dipercaya, sehingga ia tidak menzholimi kepercayaan yang diberikan kepadanya ”Tidak ada iman bagi orang yang tidak punya amanat (tidak dapat dipercaya), dan tidak ada agama bagi orang yang tidak menepati janji”, ”pedagang yang jujur dan amanah (tempatnya di surga) bersama para nabi, Shiddiqin (orang yang jujur) dan para syuhada” (Hadits). Sifat toleran juga merupakan kunci sukses pebisnis muslim, toleran membuka kunci rezeki dan sarana hidup tenang. Manfaat toleran adalah mempermudah pergaulan, mempermudah urusan jual beli, dan mempercepat kembalinya modal ”Allah mengasihi orang yang lapang dada dalam menjual, dalam membeli serta melunasi hutang” (Hadits).

Konsekuen terhadap akad dan perjanjian merupakan kunci sukses yang lain dalam hal apapun sesungguhnya Allah memerintah kita untuk hal itu ”Hai orang yang beriman, penuhilah akad-akad itu” (QS: Al- Maidah;1), ”Dan penuhilah janji, sesungguhnya janji itu pasti diminta pertanggungjawabannya” (QS: Al Isra;34). Menepati janji mengeluarkan orang dari kemunafikan sebagaimana sabda Rasulullah ”Tanda-tanda munafik itu tiga perkara, ketika berbicara ia dusta, ketika sumpah ia mengingkari, ketika dipercaya ia khianat” (Hadits).


Aktivitas Bisnis yang Terlarang dalam Syariah

1.  Menghindari transaksi bisnis yang diharamkan agama Islam. Seorang muslim harus

komitmen dalam berinteraksi dengan hal-hal yang dihalalkan oleh Allah SWT. Seorang pengusaha muslim tidak boleh melakukan kegiatan bisnis dalam hal-hal yang diharamkan oleh syariah. Dan seorang pengusaha muslim dituntut untuk selalu melakukan usaha yang mendatangkan kebaikan dan masyarakat. Bisnis, makanan tak

halal atau mengandung bahan tak halal, minuman keras, narkoba, pelacuran atau semua yang berhubungan dengan dunia gemerlap seperti night club discotic café tempat bercampurnya laki-laki dan wanita disertai lagu-lagu yang menghentak, suguhan minuman dan makanan tak halal dan lain-lain (QS: Al-A’raf;32. QS: Al Maidah;100) adalah kegiatan bisnis yang diharamkan.

2. Menghindari cara memperoleh dan menggunakan harta secara tidak halal. Praktik riba yang menyengsarakan agar dihindari, Islam melarang riba dengan ancaman berat (QS: Al Baqarah;275-279), sementara transaksi spekulatif amat erat kaitannya dengan bisnis yang tidak transparan seperti perjudian, penipuan, melanggar amanah sehingga besar kemungkinan akan merugikan. Penimbunan harta agar mematikan fungsinya untuk dinikmati oleh orang lain serta mempersempit ruang usaha dan aktivitas ekonomi adalah perbuatan tercela dan mendapat ganjaran yang amat berat (QS:At Taubah; 34 – 35). Berlebihan dan menghamburkan uang untuk tujuan yang tidak bermanfaat dan berfoya-foya kesemuanya merupakan perbuatan yang melampaui batas. Kesemua sifat tersebut dilarang karena merupakan sifat yang tidak bijaksana dalam penggunaan harta dan bertentangan dengan perintah Allah (QS: Al a’raf;31).

3. Persaingan yang tidak fair sangat dicela oleh Allah sebagaimana disebutkan dalam Al-Qur’an surat Al Baqarah: 188: ”Janganlah kamu memakan sebagian harta sebagian kamu dengan cara yang batil”. Monopoli juga termasuk persaingan yang tidak fair Rasulullah mencela perbuatan tersebut : ”Barangsiapa yang melakukan monopoli maka dia telah bersalah”, ”Seorang tengkulak itu diberi rezeki oleh Allah adapun sesorang yang melakukan monopoli itu dilaknat”. Monopoli dilakukan agar memperoleh penguasaan pasar dengan mencegah pelaku lain untuk menyainginya dengan berbagai cara, seringkali dengan cara-cara yang tidak terpuji tujuannya adalah untuk memahalkan harga agar pengusaha tersebut mendapat keuntungan yang sangat besar. Rasulullah bersabda : ”Seseorang yang sengaja melakukan sesuatu untuk memahalkan harga, niscaya Allah akan menjanjikan kepada singgasana yang terbuat dari api neraka kelak di hari kiamat”.

4.  Pemalsuan dan penipuan, Islam sangat melarang memalsu dan menipu karena dapat

menyebabkan kerugian, kezaliman, serta dapat menimbulkan permusuhan dan percekcokan. Allah berfirman dalam QS:Al-Isra;35: ”Dan sempurnakanlah takaran ketika kamu menakar dan timbanglah dengan neraca yang benar”. Nabi bersabda ”Apabila kamu menjual maka jangan menipu orang dengan kata-kata manis”. Dalam bisnis modern paling tidak kita menyaksikan cara-cara tidak terpuji yang dilakukan sebagian pebisnis dalam melakukan penawaran produknya, yang dilarang dalam ajaran Islam. Berbagai bentuk penawaran (promosi) yang dilarang tersebut dapat dikelompokkan sebagai berikut :

a) Penawaran dan pengakuan (testimoni) fiktif, bentuk penawaran yang dilakukan oleh penjual seolah barang dagangannya ditawar banyak pembeli, atau seorang artis yang memberikan testimoni keunggulan suatu produk padahal ia sendiri tidak mengkonsumsinya.
b) Iklan yang tidak sesuai dengan kenyataan, berbagai iklan yang sering kita saksikan di media televisi, atau dipajang di media cetak, media indoor maupun outdoor, atau kita dengarkan lewat radio seringkali memberikan keterangan palsu.
c) Eksploitasi wanita, produk-produk seperti, kosmetika, perawatan tubuh, maupun produk lainnya seringkali melakukan eksploitasi tubuh wanita agar iklannya dianggap menarik. Atau dalam suatu pameran banyak perusahaan yang menggunakan wanita berpakaian minim menjadi penjaga stand pameran produk mereka dan menugaskan wanita tersebut merayu pembeli agar melakukan pembelian terhadap produk mereka.
Model promosi tersebut dapat kita kategorikan melanggar ’akhlaqul karimah’, Islam sebagai agama yang menyeluruh mengatur tata cara hidup manusia, setiap bagian tidakdapat dipisahkan dengan bagian yang lain. Demikian pula pada proses jual beli harusdikaitkan dengan ’etika Islam’ sebagai bagian utama. Jika penguasa ingin mendapatkanrezeki yang barokah, dan dengan profesi sebagai pedagang tentu ingin dinaikkan derajatnya setara dengan para Nabi, maka ia harus mengikuti syari’ah Islam secara menyeluruh, termasuk ’etika jual beli’.

B.     Sistem Ekonomi Konvensional
Sistem ekonomi kapitalis diawali dengan terbitnya buku The Wealth of Nation karangan Adam Smith pada tahun 1776. Pemikiran Adam Smith memberikan inspirasi dan pengaruh besar terhadap pemikiran para ekonom sesudahnya dan juga pengambil kebijakan negara.
Lahirnya sistem ekonomi kapitalis, sebenarnya merupakan perkembangan lebih lanjut dari perkembangan pemikiran dan perekonomian benua Eropa pada masa sebelumnya. Pada suatu masa, di Benua Eropa pernah ada suatu zaman dimana tidak ada pengakuan terhadap hak milik manusia, melainkan yang ada hanyalah milik Tuhan yang harus dipersembahkan kepada pemimpin agama sebagai wakil mutlak dari Tuhan. Pada zaman tersebut yang kemudian terkenal dengan sistem universalisme. Sistem ini ditegakkan atas dasar keyakinan kaum agama “semua datang dari Tuhan, milik Tuhan dan harus dipulangkan kepada Tuhan”.
Kemudian lahir pula golongan baru, yang mendekatkan dirinya pada kaum agama, yaitu kaum feodal. Mereka ini yang berkuasa di daerahnya masing-masing, lalu menguasai tanah-tanah dan memaksa rakyat menjadi hamba sahaya yang harus menggarap tanah itu. Sistem feodal hidup subur di bawah faham universalisme. Faham ini lebih terkenal dengan feodalisme. Jika kaum feodal memaksa rakyat bekerja mati-matian, maka kaum agama dengan nama Tuhan menghilangkan hak dari segala miliknya. Artinya kaum feodal yang bekerjasama dengan kaum agama, telah mempermainkan seluruh hak milik manusia untuk kepentingan mereka sendiri.

Gambaran yang dapat diperoleh dari zaman kaum agama dan feodal ialah manusia hidup seperti hewan, tidak mempunyai fikiran sendiri, tidak mempunyai hak atas dirinya sendiri dan semuanya hanyalah kaum agama yang memilikinya. Inilah suatu kesalahan besar yang pernah diperbuat oleh kaum agama di benua Eropa. Seluruh masyarakat Eropa berontak dan mengadakan perlawanan menentang kaum agama dan feodal. Pecahlah revolusi Perancis yang sudah terkenal itu.
Revolusi Perancis (1789 – 1793) dipandang sebagai puncak kegelisahan dari rakyat yang tertindas dan dirampas haknya. Dengan dendam dan kemarahan yang luar biasa mereka menghancurkan universalisme dan feodalisme yang mengikat mereka. Tetapi, akibatnya lebih buruk dari itu. Bukan saja mereka memusuhi kaum agama dan feodal, tetapi juga menjatuhkan nama suci dari Tuhan yang selalu dibuat kedok oleh kedua golongan di atas.
Di samping itu, berkembangnya sistem ekonomi kapitalis juga dapat dirunut dari sejak munculnya faham fisiokrat (abad 17) yang mengatakan bahwa pertanian adalah dasar dari produksi negara, sebab itu, seluruh perhatian harus ditumbuhkan kepada memperbesar hasil pertanian. Kemudian lahir pula paham merkantilisme (awal abad 18) yang mengatakan bahwa perdagangan adalah lebih penting dari pertanian, karena itu pemerintah harus memberikan perhatiannya kepada mencari perdagangan dengan negara-negara lainnya.
Pada pertengahan abad ke-18, lahirlah paham baru yang dinamakan liberalisme dari Adam Smith (1723 – 1790) di Inggris. Menurut dia, bukan soal pertanian atau perdagangan yang harus dipentingkan, tetapi titik beratnya diletakkan pada pekerjaan dan kepentingan diri. Jika seseorang dibebaskan untuk berusaha, dia harus dibebaskan pula untuk mengatur kepentingan dirinya. Sebab itu ajaran laiser aller, laisser passer (merdeka berbuat dan merdeka bertindak) menjadi pedoman bagi persaingan mereka. Selanjutnya manusia memasuki kancah individualisme yang ditandai dengan nafsu untuk menumpuk harta sebanyak-banyaknya yang ditimbulkan oleh persaingan yang bebas tadi. Dari paham liberalisme, timbullah kaum borjuis. Kaum borjuis ini akhirnya menimbulkan sistem ekonomi, sistem ekonomi kapitalis.
Berkembangnya paham kapitalis menimbulkan reaksi yang ditandai dengan munculnya paham komunisme. Paham ini lahir dari seorang Jerman, bernama Karl Marx pada tahun 1848 yang sangat kecewa terhadap sistem ekonomi kapitalis yang dianggap telah menyengsarakan rakyat banyak. Silih berganti nasib yang dilalui paham Marx itu. Tetapi akhirnya sewaktu Lenin mendirikan pertama kali negara komunis di Rusia pada tahun 1917, maka marxisme telah menjejakkan kakinya dengan kuat sebagai dasar bagi negara baru tersebut. Walapun ajaran komunisme ini pernah menguasai hampir separo dari penduduk dunia, akan tetapi paham ini dianggap telah runtuh bersamaan dengan runtuhnya Rusia.
Ilmu ekonomi konvensional sangat memegang teguh asumsi bahwa tindakan individu adalah rasional. Rasionality assumption dalam ekonomi menurut Roger LeRoy Miller adalah individuals do not intentionally make decisions that would leave them worse off. Ini berarti bahwa rasionaliti didefinisikan sebagai tindakan manusia dalam memenuhi keperluan hidupnya yaitu memaksimumkan kepuasan atau keuntungan senantiasa berdasarkan pada keperluan (need) dan keinginan-keinginan (want) yang digerakkan oleh akal yang sehat dan tidak akan bertindak secara sengaja membuat keputusan yang bisa merugikan kepuasan atau keuntungan mereka.
Adapun konsep-konsep pemikiran penting dalam sistem ekonomi konvensional adalah sebagai berikut:
a)      Rational economic man
Ilmu ekonomi konvensional sangat memegang teguh asumsi bahwa tindakan individu adalah rasional. Berdasarkan paham ini, tindakan individu dianggap rasional jika tertumpu kepada kepentingan diri sendiri (self interest) yang menjadi satu-satunya tujuan bagi seluruh aktivitas. Dalam implementasinya, rasionaliti ini dianggap dapt diterapkan hanya jika individu diberikan kebebasan dalam arti yang seluas-luasnya, sehingga dengan sendirinya di dalamnya terkandung individualisme dan liberalisme. Adam Smith menyatakan bahwa tindakan individu yang mementingkan kepentingan diri sendiri pada akhirnya akan membawa kebaikan masyarakat seluruhnya karena tangan tak tampak (invisible hand) yang bekerja melalui proses kompetisi dalam mekanisme pasar. Oleh karena itu, kapitalisme sangat menjunjung tinggi pasar yang bebas dan menganggap tidak perlu ada campur tangan pemerintah.
b)      Positivism
Kapitalisme berusaha mewujudkan suatu ilmu ekonomi yang bersifat objektif, bebas dari petimbangan moralitas dan nilai, dan karenanya berlaku universal. Ilmu ekonomi telah dideklarasikan sebagai kenetralan yang maksimal di antara hasil akhir dan independensi setiap kedudukan etika atau pertimbangan normatif. Untuk mewujudkan obyektivitas ini, maka positivism telah menjadi bagian integral dari paradigma ilmu ekonomi. Positivism menjadi sebuah keyakinan bahwa setiap pernyataan ekonomi yang timbul harus mempunyai pembenaran dari fakta empiris. Paham ini secara otomatis mengabaikan peran agama dalam ekonomi, sebab dalam banyak hal, agama mengajarkan sesuatu yang bersifat normatif.
c)      Hukum Say
Terdapat suatu keyakinan bahwa selalu terdapat keseimbangan (equilibrium) yang bersifat alamiah, sebagaimana hukum keseimbangan alam dalam tradisi fisika Newtonian. Jean Babtis Say menyatakan bahwa supply creates its own demand, penawaran menciptakan permintaannya sendiri. Ini berimplikasi pada asumsi bahwa tidak akan pernah terjadi ketidakseimbangan dalam ekonomi. Kegiatan produksi dengan sendirinya akan menciptakan permintaannya sendiri, maka tidak akan terjadi kelebihan produksi dan pengangguran. Implikasi selanjutnya, tidak perlu ada intervensi pemerintah dalam kegiatan ekonomi. Intervensi pemerintah dianggap justru akan mengganggu keseimbangan alamiah. Asumsi inilah yang menjadi piranti keyakinan akan kehebatan pasar dalam menyelesaikan semua persoalan ekonomi. Inilah salah satu paradigma ilmu ekonomi konvensional.


Tujuan Ekonomi Konvensional
Sesuai dengan pahamnya tentang rational economics man, tindakan individu dianggap rasional jika tertumpu kepada kepentingan diri sendiri (self interest) yang menjadi satu-satunya tujuan bagi seluruh aktivitas. Dalam ekonomi konvensional, perilaku rasional dianggap ekuivalen (equivalent) dengan memaksimalkan utiliti. Ekonomi konvensional mengabaikan moral dan etika dalam pembelanjaan dan unsur waktu adalah terbatas hanya di dunia saja tanpa memikirkan hari akhirat.          
Dalam sistem ekonomi kapitalis, materi adalah sangat penting bahkan dianggap sebagai penggerak utama perekonomian. Dari sinilah sebenarnya, istilah kapitalisme berasal, yaitu paham yang menjadikan kapital (modal/material) sebagai isme. Perekonomian diatur oleh mekanisme pasar. Pasar berfungsi memberikan “signal” kepada produsen dan konsumen dalam bentuk harga-harga. Campur tangan pemerintah diusahakan sekecil mungkin. “The Invisible Hand” yang mengatur perekonomian menjadi efisien. Motif yang menggerakkan perekonomian mencari laba.
C.    PERBEDAAN ETIKA BISNIS ISLAM DAN ETIKA BISNIS KONVENSIONAL
Dalam konsep Ekonomi konvensional, bahwa yang menjadi tujuan dari kegiatan suatu bisnis itu adalah profit oriented yakni semata- mata untuk mencari keuntungan. Steinhof mendefenisi bisnis yaitu  “Business is all those activities involved in providing the goods and servis needed or desired by poeple”. Bisnis adalah seluruh kegiatan menyediakan barang dan jasa yang diperlukan atau di inginkan oleh konsumen. Begitu juga Griffin dan Ebert mendefenisikan bisnis “ Business is an organization that provides goods or service in order to earn profit” yakni bisnis adalah kegiatan menyediakan barang dan jasa untuk menghasilkan profit ( Laba ). Laba merupakan daya tarik utama yang mendorong seseorang untuk melakukan kegiatan bisnis. Melalui laba yang diciptakan oleh aktifitas bisnis, maka pelaku bisnis dapat mengembangkan skala usaha yang lebih besar lagi.
Seorang pengusaha dalam pandang etika bisnis Islam bukan sekedar mencari keuntungan, melainkan juga keberkahan yaitu kemantapan dari usaha itu dengan memperoleh keuntungan yang wajar dan diridhai oleh Allah SWT. Dengan demikian disimpulkan bahwa konsep dasar dalam bisnis Islam itu tidak dapat dipisahkan dari nilai- nilai ketauhidan, bahwa semua kegiatan bisnis harus didasarkan kepada nilai- nilai agama bukan materi semata. Dengan demikian dapat dipahami bahwa yang menjadi azaz dalam bisnis konvensional adalah yang bernilai material sedangkan dalam konsep Islam yang menjadi azaz dalam bisnis adalah nilai ketauhidan. Dalam motivasi bisnis juga dapat terlihat jelas perbedaan antara bisnis konvensional dan Islami bahwa konsep konvensional lebih kepada motivasi keduniawian saja sedangkan konsep Islam bahwa bisnis itu dunia dan akhirat nantinya. Sedangkan dalam kaitannya dengan orientasi bisnis, konsep konvensional menitik beratkan bisnis sebagai jalan untuk memperoleh profit ( laba) semata, berbeda dengan konsep islami yang menjadikan bisnis sebagai jalan memperoleh keberkahan disamping memperoleh profit, dengan kata lain bahwa tujuan utama bisnis itu adalah keberkahan dari Allah SWT dan apabila sudah berkah otomatis profit (laba) itu akan diperoleh juga.
B.     Etos Kerja dan Sikap Mental
Islam menghapus semua perbedaan kelas antar ummat manusia dan menganggap amal sebagai kewajiban yang harus dilaksanakan oleh orang sesuai dengan kapasitas dan kemampuan dirinya. Bukan hanya itu, Islam telah mengangkat kerja pada level kewajiban religius dengan menyebutkan kerja secara konsisten dalam Al- Qur’an yang digandengkan dengan Iman. Hubungan antara Iman dan amal ( kerja) itu sama dengan hubungan antara akar dengan pohon, yang salah satunya tidak mungkin eksis tanpa ada yang lain. Islam tidak mengakui dan mengingkari sebuah keimana yang tidak mengbuahkan perilaku yang baik. Al- Qur’an dengan tegas mengatakan bahwasanya jika seorang muslim selesai melakukan shalat jum’at hendaknya dia kembali melakukan aktifitas kerjanya. Dengan kata lain, pekerjaan yang dilakukan hanya bisa dihentikan dalam waktu sementara pada saat melakukan ibadah shalat.

Artinya: Apabila telah ditunaikan shalat, Maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung. ( Q.S Al- jumu’ah: 10)
Islam juga mendesak seseorang untuk bekerja keras dan menjanjikan pertolongan Allah SWT bagi mereka yang berjuang dan berlaku baik. Allah menjanjikan pahala yang berlimpah bagi seseorang yang bekerja dengan memberikan kepada mereka tuntutan insentif untuk meningkatkan kualitas dan kauntitas kerjanya.

Artinya: Dan bahwasanya seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang telah diusahakannya, dan bahwasanya usaha itu kelak akan diperlihat (kepadanya). kemudian akan diberi Balasan kepadanya dengan Balasan yang paling sempurna. ( QS An- Najm: 39- 41)
Etos kerja bagi seorang muslim selain bisa dimotivasi oleh sikap yang mendasar itu juga bisa dimotivasi  oleh kualitas hidup islami yang merupakan sebuah lingkungan yang dilahirkan dari semangat tauhid, yang dijabarkan dalam bentuk amal saleh. Ini berarti etos kerja muslimin merupakan cara pandang yang diyakini seorang muslim untuk memuliakan dirinya sebagai manusia, dan juga sebagai manisfestasi dari amal saleh, dan oleh karenanya mempunyai nilai ibdah yang sangat luhur dihadapan Tuhan.
Dalam konsep ekonomi konvensional, manusia sebagai pelaku kegiatan ekonomi menjadikan kerja sebagai kebutuhan pribadi tanpa ada keterkaitan religius. Manusia sebagai salah satu faktor produksi yang menyediakan tenaga kerja akan mendapatkan gaji dan upah yang akan digunakan untuk dua tujuan. Yang pertama adalah untuk membeli barang ataupun jasa yang diperlukannya, dalam perekonomian yang masih rendah taraf perkembangannya, sebagian besar pendapatannya dibelanjakan untuk membeli makanan dan pakaian dan pengeluaran lain seperti pendidikan, perumahan, rekreasi dll. Yang kedua, disamping dibelanjakan pendapatan yang diterima akan disimpan atau ditabung. Penabungan ini dilakukan untuk memperoleh bunga atau deviden yang juga berfungsi sebagai cadangan dalam menghadapi berbagai kemungkinan dimasa depan.
Dari kedua uraian ini dapat disimpulkan bahwa dalam konsep bisnis konvensional bekerja merupakan suatu kebutuhan pribadi. Bekerja dipandang sebagai kewajiban yang harus dilakukan untuk bisa memenuhi segala kebutuhan hidup dari gaji atau upah yang diperoleh dari bekerja. Untuk bisa memperoleh gaji atau upah yang baik maka seorang menyikapi bahwa aktualisasi diri merupakan kunci, yakni apabila bekerja dengan tekun dan keras saja sudah cukup sebagai kunci keberhasilan. Berbeda halnya dengan konsep bisnis Islam yang menjadikan kerja sebagai suatu kegiatan yang tak hanya menghaslkan materil namun juga merupakan suatu ibadah yang merupakan suatu penunjukan sikap menjadi yang terbaik karena Allah dan kesuksesan diperoleh karena usaha dan doa.
C.    Modal
Menurut Al- Qur’an tujuan dari semua aktivitas manusia hendaknya diniatkan untuk Ibtighai mardhatillah ( menuntut kerihaan Allah) karena aktivitas yang mencari keridhaan Allah ini adalah merupakan kebaikan. Dengan demikian maka seluruh investasi dan kekayaan seseorang itu dalam hal- hal yang benar tidak mungkin untuk dilewatkan penekanannya. Karena kekayaan Allah itu adalah tidak terbatas da tidak pernah habis.
Pentingnya modal dalam kehidpan manusia ditunjukkan dalam Al- qur’an dalam surat Ali Imran: 14

Artinya: Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, Yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga).
Kata متع berarti modal karena disebut emas dan perak, kuda yang bagus dan ternak (termasuk bentuk modal yang lain). Kata زين  menunjukkan kepentingan modal dalam kehidupan manusia. Sayyidina Umar r.a selalu menyuruh ummat islam untuk mencari lebih banyak aset dan modal. Ini menunjukkan bahwa modal tidak hanya menjadi prioritas dalam sistem ekonomi modern seperti saat ini tetapi dalam kenyataan telah terfikirkan sejak 15 abad yang lalu dimasa awal kedatangan Islam. Memang perlu diakui tanpa ketersediaan modal yang mencukupi hampir mustahil rasanya bisnis yang ditekuni bisa berkembang sesuai dengan yang ditargetkan. Hanya saja sistem ekonomi Islam mempunyai cara tersendiri dibanding dengan sistem kapitalis yang selalu berupaya memperkuat modal denga memperbesar produksi. Untuk mencapai target yang diinginkan ini bisa saja menghalalkan segala cara tanpa memikirkan apakah sistem yang ditempuh menguntungkan atau merugikan pihak lain.
Dalam pandangan ekonomi konvensional, capital ( modal) adalah bagian dari harta kekayaan yang digunakan untuk menghasilkan barang dan jasa. Dalam operasionalnya capital mempunyai kontribusi yang cukup bagi terciptanya barang dan jasa. Sebagai konsekuensi, capital berhak mendapatkan kompensasi atas jasa yang diberikan. Dalam kapitalisme, capital berhak mendapatkan bunga sebagai konpensasi pinjaman ( reaturn of loans).
Modal dalam arti uang dan barang modal diperlukan oleh pengusaha, baik pada saat memulai usaha maupun setelah usaha berjalan. Dengan adanya uang pengusaha dapat membeli bahan baku, pembayaran gaji dan upah, melakukan aktivitas promosi dan distribusi produk, dan dapat melakukan kewajiban- kewajiban perusahaan yang jatuh tempo.[10] Dalam perekonomian modern perusahaan- perusahaan memerlukan modal untuk menjalankan dan memperbesar usahanya. Sebaliknya rumah tangga memiliki kelebihan pendapatan yang dapat dipinjamkan dengan harapan untuk memperoleh bunga (Interest).
Menurut aliran klasik Interest rate merupakan kompensasi atas saving (tabungan) yang dilakukan. Nilai bunga yang ada sangat dipengaruhi oleh banyaknya penawaran dan permintaan atas tabungan. Menurut Keynes  Interest rate merupakan kompensasi atas pengorbanan kita terhadap liquiditas yang kita miliki. Adapun besarnya ditentukan oleh money supply dan money demand.
Dengan demikian dapat dilihat dengan jelas perbedaan bahwa bagaimana konsep modal dalam pandangan Islam dan konvensial. Islam mengutamakan modal yang Halal dan diberkahi sedangkan dalam konsep konvensional disamping digunakan modal yang halal ada juga modal yang memiliki unsur riba yakni bunga baik pinjaman maupun simpanan yang diharamkan dalam Islam. Kharufa dalam kitabnya yang berjudul Ala ‘Ad-Din Ar-Riba wa Al- Faa’ idah telah melakukan evaluasi terhadap semua pendapat baik pro maupun kontra terhadap sistem bunga ini. Dan akhirnya dia mengambil kesimpulan sebagai bahwa apa yang disebut dengan bunga (Interest) tak lain adalah riba, yang dilarang dalam Islam. Tak perduli bagaimanapun atraktifnya nama yang dipergunakan. Dan bagaimanapun mereka memoles gambaran tentang itu sehingga membuat sistem bunga itu diterima, itu tetap sebagai riba dan karenanya dilarang.

D.    Etika Produksi
Produksi merupakan urat nadi dalam kegiatan ekonomi. Dalam kehidupan ekonomi tidak akan pernah ada kegiatan konsumsi, distribusi maupun perdagangan barang dan jasa tanpa adanya proses produksi. Secara umum produksi merupakan proses untuk menghasilkan suatu  barang dan jasa, atau proses peningkatan utility  (nilai) suatu benda. Dalam istilah ekonomi produksi merupakan suatu proses ( siklus) kegiatan- kegiatan ekonomi untuk menghasilkan barang atau jasa tertentu dengan memanfaatkan faktor- faktor produksi dalam waktu tertentu. Dalam teori produksi dijelaskan tentang prilaku produsen dalam memaksimalkan keuntungannya maupun mengoptimalkan efisiensi produksinya. Dalam konsep ekonomi konvensional produksi dilakukan karena adanya kinginan yang tidak terbatas dari konsumen, sehingga memunculkan perusahaan- perusahaan yang menghasilkan barang dan jasa yang diinginkan oleh konsumen tersebut tanpa adanya batasan halal atau haram.
Dalam ekonomi Syariah ada beberapa nilai yang mebuat sistem produksi berbeda dimana barang dan jasa yang ingin diproduksi, dan proses produksi, serta proses distribusi harus sesuaidngan nilai- nilai syariah. Dengan artian, semua kegiatan yang bersentuhan dengan produksi dan distribusi harus dalam kerangka halal. Karena itu, terkadang dalam sistem ekonomi islam ada pembatasan produksi terhadap barang- barang mewah yang bukan merupakan barang kebutuhan pokok. Dengan tujuan untuk menjaga pendapatan agar tetap optimal. Selain itu barang yang diproduksi harus merefleksikan kebutuhan dasar masyarakat, sehingga produktifitas barang dapat disesuaikan dengan prioritas kebutuhan yang harus didahulukan untuk diproduksi. Sejatinya produsen muslim tidak akan memproduksi barang dan jasa yang bersifat tersier dan sekunder selama kebutuhan primer masyarakat terhadap barang dan jasa belum terpenuhi.

E.     Instrumen Pemberdayaan Masyarakat
Tanggung jawab sosial perusahaan yang merupakan salah satu topik etika bisnis yang banyak dibicarakan dalam literatur di Amerika Serikat, dikenal dengan istilah Corporate social responsibility (CSR). Pada prinsipnya menekan agar perusahaan tidak memposisikan diri sebagai menara gading dan institusi elitis yang mengisolir diri dari lingkungan sekitarnya. Padahal tanpa dukungan dari stakeholder eksistensi sebuah perusahaan tidak akan pernah terwujud. Mereka ada, tumbuh, dan berkembang tidak lepas karena adanya pengakuan dan daya dukung stakeholder yang mendukungnya, baik langsung maupun tidak langsung. Dengan saling dukung itu akan muncul saling menguntungkan antara kedua pihak. Menurut Budimanta stakeholder  yang dimaksud antara lain pemerintah, Investor, supplier, costumer, kelompok politik, para pekerja, masyarakat, dan asosiasi perdagangan.

Wujud dari program CSR itu berupa bantuan yang sifatnya  jangka pendek untuk kepentingan seperti bantuan perayaan hari- hari besar Nasional, dan juga program pemberdayaan masyarakat dalam jangka panjang seperti pembuatan koperasi simpan pinjam, pemberian beasiswa, program orang tua asuh bagi usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) dan lain sebagainya.
Dilihat dari kacamata etika bisnis Islam yang dijadikan sebagai instrumen sosial bagi perusahaan itu adalah zakat, Infaq, Shadaqah dan Waqf. Zakat, Infaq dan Shadaqah merupakan instrumen sosial yang digunakan untuk memenuhi  kebutuhan dasar fakir dan miskin serta golongan- golongan yang termasuk dalam kategori Mustahik zakat. Dalam perkembangannya, intrumen sosial ini dapat menimbulkan dampak bagi kehidupan sosial-ekonomi masyarakat. Diantara dampak yang ada adalah sebagai berikut:
a.       Produksi
Dengan adanya zakat, infaq, shadaqah, fakir dan miskin dapat memenuhi kebutuhan dasarnya. Seluruh income yang mereka dapatkan akan dikonsumsikan untuk memenuhi kebutuhan sekunder meraka. Dengan demikian, permintaan yang ada dalam pasar akan mengalami peningkatan, dan seorang produsen harus meningkatkan produksi yang dilakukan untuk memenuhi demand yang ada. Sebagai Multiplier effect pendapatan yang diterima akan naik dan investasi yang dilakukan akan bertambah.
b.      Lapangan kerja
Dengan adanya zakat, infaq, dan shadaqah permintaan tenaga kerja akan meningkat dan akan mengurangi pengangguran, karena akibat dari meningkatnya produksi dan investasi dalam usaha sehingga permintaan terhadap tenaga kerja akan meningkat.
c.       Pengurangan kesenjangan sosial
Islam mengakui adanya perbedaan atas tingkat kehidupan dan rezki masyarakat, hal tersebut sesuai dengan kemampuan dasar manusia. Akan tetapi, perbedaan yang ada bukan berarti membiarkan orang yang kaya semakin kaya dan yang miskin semakin jatuh miskin sehingga kesenjangan sosial semakin nampak. Karena itu diperlukan  intervensi untuk meminimalisir keadaan tersebut. Salah satu instrumen untuk meminimalisir kesenjangan tersebut adalah diwajibkannya zakat bagi orang- orang kaya. Hal tersebut juga dimaksudkan agar harta tidak hanya berputar disekitar orang- orang kaya. Firman Allah SWT:
ö’s
Artinya: supaya harta itu jangan beredar di antara orang-orang Kaya saja di antara kamu. ( QS. Al- Hasyr: 7)
d.      Pertumbuhan ekonomi
Dengan adanya zakat, infaq, dan shadaqah menyebabkan meningkatnya pendapatan fakir dan miskin yang akhirnya konsumsi yang dilakukan juga mengalami peningkatan. Secara teori, dengan adanya peningkatan konsumsi maka sektor produksi dan investasi akan mengalami peningkatan. Dengan demikian permintaan terhadap tenaga kerja ikut meningkat sehingga pedapatan dan kekayaan masyarakat juga akan mengalami peningkatan. Fenomena tersebut mengindikasikan adanya pertumbuhan ekonomi dan sosial masyarakat.








DAFTAR PUSTAKA
Amin Abdullah. (1995). Falsafah Kalam di Era PostModernisme. cet. 1, Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.

Bertens, K.  (2000). Pengantar Etika Bisnis, Penerbit Kanisius.

Bartens, K. (2005). Pengantar Etika Bisnis. cet. 5. Yogyakarta: Kanisius.

Eldine, Achyar, Etika Bisnis Islam,dalam google/etika bisnis islam

M. Dawam Rahardjo. (1990). Etika Ekonomi dan Manajemen. Cet. 1. Yogyakarta:
PT.Tiara Wacana Yogya.


Dr. Ahmad, Mustaq Etika Bisnis Dalam Islam, Alih bahasa Samson Rahman (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2005)

Ir. Karim, Adiwarman A, S.E., M.B.A.,M.A.E.P, Ekonomi Mikro Islami, ( Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2007)

Solihin, Ismail S.E, Pengantar Bisnis : Pengenalan Praktis & Studi Kasus, ( Jakarta: Kencana, 2006 )
Sukirno, Sadono, Mikro Ekonomi: Teori Pengantar, ( jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2011)

Dr. Djakfar, Muhammad S.H, M.Ag, Etika Bisnis Dalam Persfektif Islam, (Malang: UIN Malang Press,2007)

Dr. Sa’ad Marthon, Said, Ekonomi Islam di Tengah Krisis Ekonomi Global, ( Jakarta: Zikrul Hakim, 2007)


1 komentar: