PERBEDAAN
ANTARA ETIKA BISNIS ISLAM (SYARIAH) DAN KONVENSIONAL
Etika
ialah norma, nilai-nilai, kaidah dan ukuran-ukuran bagi tingkah laku manusia
yang baik. Bisnis adalah sebuah kegiatan yang didalamnya terdapat produsen dan
konsumen yang menjual barang dan jasa dan membeli barang untuk mendapatkan
suatu keuntungan atau laba. Dalam ekonomi kapitalis,dimana pembisnis lebih
mementingkan diri sendiri daripada diri orang lain, dan pembisnis selalu
berusaha untuk mendapatkan keuntungan yang banyak dari usaha yang mereka
jalankan. Kegiatan usaha dalam pandangan Islam adalah dimana muslim harus
memerhatika aturan agama agar didalam berbisnis tidak terjadi keserakahan,
kecurangan, dan keegoisan. Etika itu dijalankan dengan baik didalam usaha
bisnis agar usaha-usaha yang dijalankan dapat berjalan dengan lancar dan dapat
menciptakan masyarakat yang makmur dan sejahtera. Dan memang itulah yang
Rasulullah ajarkan didalam agama Islam untuk berbisnis. Etika
Bisnis Islami
A.
ETIKA
BISNISISLAM (SYARI’AH)
Etika
bisnis islami lahir di Amerika pada tahun 1970 an kemudian meluas ke Eropa
tahun 1980 an dan menjadi fenomena global di tahun 1990 an jika sebelumnya
hanya para teolog dan agamawan yang membicarakan masalah-masalah moral dari
bisnis, sejumlah filsuf mulai terlibat dalam memikirkan masalah-masalah etis
disekitar bisnis, dan etika bisnis dianggap sebagai suatu tanggapan tepat atas
krisis moral yang meliputi dunia bisnis di Amerika Serikat, akan tetapi
ironisnya justru negara Amerika yang paling gigih menolak kesepakatan Bali pada
pertemuan negara-negara dunia tahun 2007 di Bali. Ketika sebagian besar
negara-negara peserta mempermasalahkan etika industri negara-negara maju yang
menjadi sumber penyebab global warming agar dibatasi, Amerika menolaknya.
Jika
kita menelusuri sejarah, dalam agama Islam tampak pandangan positif terhadap
perdagangan dan kegiatan ekonomis. Nabi Muhammad SAW adalah seorang pedagang,
dan agama Islam disebarluaskan terutama melalui para pedagang muslim. Dalam Al
Qur’an terdapat peringatan terhadap penyalahgunaan kekayaan, tetapi tidak
dilarang mencari kekayaan dengan cara halal (QS: 2;275) ”Allah telah
menghalalkan perdagangan dan melarang riba”. Islam menempatkan aktivitas
perdagangan dalam posisi yang amat strategis di tengah kegiatan manusia mencari
rezeki dan penghidupan. Hal ini dapat dilihat pada sabda Rasulullah SAW:
”Perhatikan oleh mu sekalian perdagangan, sesungguhnya di dunia perdagangan itu
ada sembilan dari sepuluh pintu rezeki”. Dawam Rahardjo justru mencurigai tesis
Weber tentang etika Protestantisme, yang menyitir kegiatan bisnis sebagai
tanggungjawab manusia terhadap Tuhan mengutipnya dari ajaran Islam.
Kunci
etis dan moral bisnis sesungguhnya terletak pada pelakunya, itu sebabnya misi
diutusnya Rasulullah ke dunia adalah untuk memperbaiki akhlak manusia yang
telah rusak. Seorang pengusaha muslim berkewajiban untuk memegang teguh etika
dan moral bisnis Islami yang mencakup Husnul Khuluq. Pada derajat ini Allah
akan melapangkan hatinya, dan akan membukakan pintu rezeki, dimana pintu rezeki
akan terbuka dengan akhlak mulia tersebut, akhlak yang baik adalah modal dasar
yang akan melahirkan praktik bisnis yang etis dan moralis. Salah satu dari
akhlak yang baik dalam bisnis Islam adalah kejujuran (QS: Al Ahzab;70-71).
Sebagian dari makna kejujuran adalah seorang pengusaha senantiasa terbuka dan
transparan dalam jual belinya ”Tetapkanlah kejujuran karena sesungguhnya
kejujuran mengantarkan kepada kebaikan dan sesungguhnya kebaikan mengantarkan
kepada surga” (Hadits). Akhlak yang lain adalah amanah, Islam menginginkan
seorang pebisnis muslim mempunyai hati yang tanggap, dengan menjaganya dengan
memenuhi hak-hak Allah dan manusia, serta menjaga muamalah nya dari unsur yang
melampaui batas atau sia-sia. Seorang pebisnis muslim adalah sosok yang dapat
dipercaya, sehingga ia tidak menzholimi kepercayaan yang diberikan kepadanya
”Tidak ada iman bagi orang yang tidak punya amanat (tidak dapat dipercaya), dan
tidak ada agama bagi orang yang tidak menepati janji”, ”pedagang yang jujur dan
amanah (tempatnya di surga) bersama para nabi, Shiddiqin (orang yang jujur) dan
para syuhada” (Hadits). Sifat toleran juga merupakan kunci sukses pebisnis
muslim, toleran membuka kunci rezeki dan sarana hidup tenang. Manfaat toleran
adalah mempermudah pergaulan, mempermudah urusan jual beli, dan mempercepat
kembalinya modal ”Allah mengasihi orang yang lapang dada dalam menjual, dalam
membeli serta melunasi hutang” (Hadits).
Konsekuen
terhadap akad dan perjanjian merupakan kunci sukses yang lain dalam hal apapun
sesungguhnya Allah memerintah kita untuk hal itu ”Hai orang yang beriman,
penuhilah akad-akad itu” (QS: Al- Maidah;1), ”Dan penuhilah janji, sesungguhnya
janji itu pasti diminta pertanggungjawabannya” (QS: Al Isra;34). Menepati janji
mengeluarkan orang dari kemunafikan sebagaimana sabda Rasulullah ”Tanda-tanda
munafik itu tiga perkara, ketika berbicara ia dusta, ketika sumpah ia
mengingkari, ketika dipercaya ia khianat” (Hadits).
Aktivitas
Bisnis yang Terlarang dalam Syariah
1. Menghindari transaksi bisnis yang diharamkan
agama Islam. Seorang muslim harus
komitmen
dalam berinteraksi dengan hal-hal yang dihalalkan oleh Allah SWT. Seorang
pengusaha muslim tidak boleh melakukan kegiatan bisnis dalam hal-hal yang
diharamkan oleh syariah. Dan seorang pengusaha muslim dituntut untuk selalu
melakukan usaha yang mendatangkan kebaikan dan masyarakat. Bisnis, makanan tak
halal
atau mengandung bahan tak halal, minuman keras, narkoba, pelacuran atau semua
yang berhubungan dengan dunia gemerlap seperti night club discotic café tempat
bercampurnya laki-laki dan wanita disertai lagu-lagu yang menghentak, suguhan
minuman dan makanan tak halal dan lain-lain (QS: Al-A’raf;32. QS: Al
Maidah;100) adalah kegiatan bisnis yang diharamkan.
2.
Menghindari cara memperoleh dan menggunakan harta secara tidak halal. Praktik
riba yang menyengsarakan agar dihindari, Islam melarang riba dengan ancaman
berat (QS: Al Baqarah;275-279), sementara transaksi spekulatif amat erat
kaitannya dengan bisnis yang tidak transparan seperti perjudian, penipuan,
melanggar amanah sehingga besar kemungkinan akan merugikan. Penimbunan harta
agar mematikan fungsinya untuk dinikmati oleh orang lain serta mempersempit
ruang usaha dan aktivitas ekonomi adalah perbuatan tercela dan mendapat ganjaran
yang amat berat (QS:At Taubah; 34 – 35). Berlebihan dan menghamburkan uang
untuk tujuan yang tidak bermanfaat dan berfoya-foya kesemuanya merupakan
perbuatan yang melampaui batas. Kesemua sifat tersebut dilarang karena
merupakan sifat yang tidak bijaksana dalam penggunaan harta dan bertentangan
dengan perintah Allah (QS: Al a’raf;31).
3.
Persaingan yang tidak fair sangat dicela oleh Allah sebagaimana disebutkan
dalam Al-Qur’an surat Al Baqarah: 188: ”Janganlah kamu memakan sebagian harta
sebagian kamu dengan cara yang batil”. Monopoli juga termasuk persaingan yang
tidak fair Rasulullah mencela perbuatan tersebut : ”Barangsiapa yang melakukan
monopoli maka dia telah bersalah”, ”Seorang tengkulak itu diberi rezeki oleh
Allah adapun sesorang yang melakukan monopoli itu dilaknat”. Monopoli dilakukan
agar memperoleh penguasaan pasar dengan mencegah pelaku lain untuk menyainginya
dengan berbagai cara, seringkali dengan cara-cara yang tidak terpuji tujuannya
adalah untuk memahalkan harga agar pengusaha tersebut mendapat keuntungan yang
sangat besar. Rasulullah bersabda : ”Seseorang yang sengaja melakukan sesuatu
untuk memahalkan harga, niscaya Allah akan menjanjikan kepada singgasana yang
terbuat dari api neraka kelak di hari kiamat”.
4. Pemalsuan dan penipuan, Islam sangat melarang
memalsu dan menipu karena dapat
menyebabkan
kerugian, kezaliman, serta dapat menimbulkan permusuhan dan percekcokan. Allah
berfirman dalam QS:Al-Isra;35: ”Dan sempurnakanlah takaran ketika kamu menakar
dan timbanglah dengan neraca yang benar”. Nabi bersabda ”Apabila kamu menjual
maka jangan menipu orang dengan kata-kata manis”. Dalam bisnis modern paling
tidak kita menyaksikan cara-cara tidak terpuji yang dilakukan sebagian pebisnis
dalam melakukan penawaran produknya, yang dilarang dalam ajaran Islam. Berbagai
bentuk penawaran (promosi) yang dilarang tersebut dapat dikelompokkan sebagai
berikut :
a)
Penawaran dan pengakuan (testimoni) fiktif, bentuk penawaran yang dilakukan
oleh penjual seolah barang dagangannya ditawar banyak pembeli, atau seorang
artis yang memberikan testimoni keunggulan suatu produk padahal ia sendiri
tidak mengkonsumsinya.
b)
Iklan yang tidak sesuai dengan kenyataan, berbagai iklan yang sering kita
saksikan di media televisi, atau dipajang di media cetak, media indoor maupun
outdoor, atau kita dengarkan lewat radio seringkali memberikan keterangan
palsu.
c)
Eksploitasi wanita, produk-produk seperti, kosmetika, perawatan tubuh, maupun
produk lainnya seringkali melakukan eksploitasi tubuh wanita agar iklannya
dianggap menarik. Atau dalam suatu pameran banyak perusahaan yang menggunakan
wanita berpakaian minim menjadi penjaga stand pameran produk mereka dan
menugaskan wanita tersebut merayu pembeli agar melakukan pembelian terhadap
produk mereka.
Model
promosi tersebut dapat kita kategorikan melanggar ’akhlaqul karimah’, Islam
sebagai agama yang menyeluruh mengatur tata cara hidup manusia, setiap bagian
tidakdapat dipisahkan dengan bagian yang lain. Demikian pula pada proses jual
beli harusdikaitkan dengan ’etika Islam’ sebagai bagian utama. Jika penguasa
ingin mendapatkanrezeki yang barokah, dan dengan profesi sebagai pedagang tentu
ingin dinaikkan derajatnya setara dengan para Nabi, maka ia harus mengikuti
syari’ah Islam secara menyeluruh, termasuk ’etika jual beli’.
B.
Sistem
Ekonomi Konvensional
Sistem
ekonomi kapitalis diawali dengan terbitnya buku The Wealth of Nation karangan
Adam Smith pada tahun 1776. Pemikiran Adam Smith memberikan inspirasi dan
pengaruh besar terhadap pemikiran para ekonom sesudahnya dan juga pengambil
kebijakan negara.
Lahirnya
sistem ekonomi kapitalis, sebenarnya merupakan perkembangan lebih lanjut dari
perkembangan pemikiran dan perekonomian benua Eropa pada masa sebelumnya. Pada
suatu masa, di Benua Eropa pernah ada suatu zaman dimana tidak ada pengakuan
terhadap hak milik manusia, melainkan yang ada hanyalah milik Tuhan yang harus
dipersembahkan kepada pemimpin agama sebagai wakil mutlak dari Tuhan. Pada
zaman tersebut yang kemudian terkenal dengan sistem universalisme. Sistem ini
ditegakkan atas dasar keyakinan kaum agama “semua datang dari Tuhan, milik
Tuhan dan harus dipulangkan kepada Tuhan”.
Kemudian
lahir pula golongan baru, yang mendekatkan dirinya pada kaum agama, yaitu kaum
feodal. Mereka ini yang berkuasa di daerahnya masing-masing, lalu menguasai
tanah-tanah dan memaksa rakyat menjadi hamba sahaya yang harus menggarap tanah
itu. Sistem feodal hidup subur di bawah faham universalisme. Faham ini lebih
terkenal dengan feodalisme. Jika kaum feodal memaksa rakyat bekerja mati-matian,
maka kaum agama dengan nama Tuhan menghilangkan hak dari segala miliknya.
Artinya kaum feodal yang bekerjasama dengan kaum agama, telah mempermainkan
seluruh hak milik manusia untuk kepentingan mereka sendiri.
Gambaran
yang dapat diperoleh dari zaman kaum agama dan feodal ialah manusia hidup
seperti hewan, tidak mempunyai fikiran sendiri, tidak mempunyai hak atas
dirinya sendiri dan semuanya hanyalah kaum agama yang memilikinya. Inilah suatu
kesalahan besar yang pernah diperbuat oleh kaum agama di benua Eropa. Seluruh
masyarakat Eropa berontak dan mengadakan perlawanan menentang kaum agama dan
feodal. Pecahlah revolusi Perancis yang sudah terkenal itu.
Revolusi
Perancis (1789 – 1793) dipandang sebagai puncak kegelisahan dari rakyat yang
tertindas dan dirampas haknya. Dengan dendam dan kemarahan yang luar biasa
mereka menghancurkan universalisme dan feodalisme yang mengikat mereka. Tetapi,
akibatnya lebih buruk dari itu. Bukan saja mereka memusuhi kaum agama dan
feodal, tetapi juga menjatuhkan nama suci dari Tuhan yang selalu dibuat kedok
oleh kedua golongan di atas.
Di
samping itu, berkembangnya sistem ekonomi kapitalis juga dapat dirunut dari
sejak munculnya faham fisiokrat (abad 17) yang mengatakan bahwa pertanian
adalah dasar dari produksi negara, sebab itu, seluruh perhatian harus
ditumbuhkan kepada memperbesar hasil pertanian. Kemudian lahir pula paham
merkantilisme (awal abad 18) yang mengatakan bahwa perdagangan adalah lebih
penting dari pertanian, karena itu pemerintah harus memberikan perhatiannya kepada
mencari perdagangan dengan negara-negara lainnya.
Pada
pertengahan abad ke-18, lahirlah paham baru yang dinamakan liberalisme dari
Adam Smith (1723 – 1790) di Inggris. Menurut dia, bukan soal pertanian atau
perdagangan yang harus dipentingkan, tetapi titik beratnya diletakkan pada
pekerjaan dan kepentingan diri. Jika seseorang dibebaskan untuk berusaha, dia
harus dibebaskan pula untuk mengatur kepentingan dirinya. Sebab itu ajaran
laiser aller, laisser passer (merdeka berbuat dan merdeka bertindak) menjadi
pedoman bagi persaingan mereka. Selanjutnya manusia memasuki kancah
individualisme yang ditandai dengan nafsu untuk menumpuk harta
sebanyak-banyaknya yang ditimbulkan oleh persaingan yang bebas tadi. Dari paham
liberalisme, timbullah kaum borjuis. Kaum borjuis ini akhirnya menimbulkan
sistem ekonomi, sistem ekonomi kapitalis.
Berkembangnya
paham kapitalis menimbulkan reaksi yang ditandai dengan munculnya paham
komunisme. Paham ini lahir dari seorang Jerman, bernama Karl Marx pada tahun
1848 yang sangat kecewa terhadap sistem ekonomi kapitalis yang dianggap telah
menyengsarakan rakyat banyak. Silih berganti nasib yang dilalui paham Marx itu.
Tetapi akhirnya sewaktu Lenin mendirikan pertama kali negara komunis di Rusia
pada tahun 1917, maka marxisme telah menjejakkan kakinya dengan kuat sebagai
dasar bagi negara baru tersebut. Walapun ajaran komunisme ini pernah menguasai
hampir separo dari penduduk dunia, akan tetapi paham ini dianggap telah runtuh
bersamaan dengan runtuhnya Rusia.
Ilmu
ekonomi konvensional sangat memegang teguh asumsi bahwa tindakan individu
adalah rasional. Rasionality assumption dalam ekonomi menurut Roger LeRoy
Miller adalah individuals do not intentionally make decisions that would leave
them worse off. Ini berarti bahwa rasionaliti didefinisikan sebagai tindakan
manusia dalam memenuhi keperluan hidupnya yaitu memaksimumkan kepuasan atau
keuntungan senantiasa berdasarkan pada keperluan (need) dan keinginan-keinginan
(want) yang digerakkan oleh akal yang sehat dan tidak akan bertindak secara
sengaja membuat keputusan yang bisa merugikan kepuasan atau keuntungan mereka.
Adapun
konsep-konsep pemikiran penting dalam sistem ekonomi konvensional adalah
sebagai berikut:
a) Rational economic man
Ilmu
ekonomi konvensional sangat memegang teguh asumsi bahwa tindakan individu
adalah rasional. Berdasarkan paham ini, tindakan individu dianggap rasional
jika tertumpu kepada kepentingan diri sendiri (self interest) yang menjadi
satu-satunya tujuan bagi seluruh aktivitas. Dalam implementasinya, rasionaliti
ini dianggap dapt diterapkan hanya jika individu diberikan kebebasan dalam arti
yang seluas-luasnya, sehingga dengan sendirinya di dalamnya terkandung
individualisme dan liberalisme. Adam Smith menyatakan bahwa tindakan individu
yang mementingkan kepentingan diri sendiri pada akhirnya akan membawa kebaikan
masyarakat seluruhnya karena tangan tak tampak (invisible hand) yang bekerja
melalui proses kompetisi dalam mekanisme pasar. Oleh karena itu, kapitalisme
sangat menjunjung tinggi pasar yang bebas dan menganggap tidak perlu ada campur
tangan pemerintah.
b) Positivism
Kapitalisme
berusaha mewujudkan suatu ilmu ekonomi yang bersifat objektif, bebas dari
petimbangan moralitas dan nilai, dan karenanya berlaku universal. Ilmu ekonomi
telah dideklarasikan sebagai kenetralan yang maksimal di antara hasil akhir dan
independensi setiap kedudukan etika atau pertimbangan normatif. Untuk
mewujudkan obyektivitas ini, maka positivism telah menjadi bagian integral dari
paradigma ilmu ekonomi. Positivism menjadi sebuah keyakinan bahwa setiap
pernyataan ekonomi yang timbul harus mempunyai pembenaran dari fakta empiris.
Paham ini secara otomatis mengabaikan peran agama dalam ekonomi, sebab dalam
banyak hal, agama mengajarkan sesuatu yang bersifat normatif.
c) Hukum Say
Terdapat
suatu keyakinan bahwa selalu terdapat keseimbangan (equilibrium) yang bersifat
alamiah, sebagaimana hukum keseimbangan alam dalam tradisi fisika Newtonian.
Jean Babtis Say menyatakan bahwa supply creates its own demand, penawaran menciptakan
permintaannya sendiri. Ini berimplikasi pada asumsi bahwa tidak akan pernah
terjadi ketidakseimbangan dalam ekonomi. Kegiatan produksi dengan sendirinya
akan menciptakan permintaannya sendiri, maka tidak akan terjadi kelebihan
produksi dan pengangguran. Implikasi selanjutnya, tidak perlu ada intervensi
pemerintah dalam kegiatan ekonomi. Intervensi pemerintah dianggap justru akan
mengganggu keseimbangan alamiah. Asumsi inilah yang menjadi piranti keyakinan
akan kehebatan pasar dalam menyelesaikan semua persoalan ekonomi. Inilah salah
satu paradigma ilmu ekonomi konvensional.
Tujuan
Ekonomi Konvensional
Sesuai
dengan pahamnya tentang rational economics man, tindakan individu dianggap
rasional jika tertumpu kepada kepentingan diri sendiri (self interest) yang
menjadi satu-satunya tujuan bagi seluruh aktivitas. Dalam ekonomi konvensional,
perilaku rasional dianggap ekuivalen (equivalent) dengan memaksimalkan utiliti.
Ekonomi konvensional mengabaikan moral dan etika dalam pembelanjaan dan unsur
waktu adalah terbatas hanya di dunia saja tanpa memikirkan hari akhirat.
Dalam
sistem ekonomi kapitalis, materi adalah sangat penting bahkan dianggap sebagai
penggerak utama perekonomian. Dari sinilah sebenarnya, istilah kapitalisme
berasal, yaitu paham yang menjadikan kapital (modal/material) sebagai isme.
Perekonomian diatur oleh mekanisme pasar. Pasar berfungsi memberikan “signal”
kepada produsen dan konsumen dalam bentuk harga-harga. Campur tangan pemerintah
diusahakan sekecil mungkin. “The Invisible Hand” yang mengatur perekonomian
menjadi efisien. Motif yang menggerakkan perekonomian mencari laba.
C.
PERBEDAAN
ETIKA BISNIS ISLAM DAN ETIKA BISNIS KONVENSIONAL
Dalam
konsep Ekonomi konvensional, bahwa yang menjadi tujuan dari kegiatan suatu
bisnis itu adalah profit oriented yakni semata- mata untuk mencari keuntungan.
Steinhof mendefenisi bisnis yaitu
“Business is all those activities involved in providing the goods and
servis needed or desired by poeple”. Bisnis adalah seluruh kegiatan menyediakan
barang dan jasa yang diperlukan atau di inginkan oleh konsumen. Begitu juga
Griffin dan Ebert mendefenisikan bisnis “ Business is an organization that
provides goods or service in order to earn profit” yakni bisnis adalah kegiatan
menyediakan barang dan jasa untuk menghasilkan profit ( Laba ). Laba merupakan
daya tarik utama yang mendorong seseorang untuk melakukan kegiatan bisnis.
Melalui laba yang diciptakan oleh aktifitas bisnis, maka pelaku bisnis dapat
mengembangkan skala usaha yang lebih besar lagi.
Seorang
pengusaha dalam pandang etika bisnis Islam bukan sekedar mencari keuntungan,
melainkan juga keberkahan yaitu kemantapan dari usaha itu dengan memperoleh
keuntungan yang wajar dan diridhai oleh Allah SWT. Dengan demikian disimpulkan
bahwa konsep dasar dalam bisnis Islam itu tidak dapat dipisahkan dari nilai-
nilai ketauhidan, bahwa semua kegiatan bisnis harus didasarkan kepada nilai-
nilai agama bukan materi semata. Dengan demikian dapat dipahami bahwa yang
menjadi azaz dalam bisnis konvensional adalah yang bernilai material sedangkan
dalam konsep Islam yang menjadi azaz dalam bisnis adalah nilai ketauhidan.
Dalam motivasi bisnis juga dapat terlihat jelas perbedaan antara bisnis
konvensional dan Islami bahwa konsep konvensional lebih kepada motivasi keduniawian
saja sedangkan konsep Islam bahwa bisnis itu dunia dan akhirat nantinya.
Sedangkan dalam kaitannya dengan orientasi bisnis, konsep konvensional menitik
beratkan bisnis sebagai jalan untuk memperoleh profit ( laba) semata, berbeda
dengan konsep islami yang menjadikan bisnis sebagai jalan memperoleh keberkahan
disamping memperoleh profit, dengan kata lain bahwa tujuan utama bisnis itu
adalah keberkahan dari Allah SWT dan apabila sudah berkah otomatis profit
(laba) itu akan diperoleh juga.
B. Etos Kerja dan Sikap Mental
Islam
menghapus semua perbedaan kelas antar ummat manusia dan menganggap amal sebagai
kewajiban yang harus dilaksanakan oleh orang sesuai dengan kapasitas dan
kemampuan dirinya. Bukan hanya itu, Islam telah mengangkat kerja pada level
kewajiban religius dengan menyebutkan kerja secara konsisten dalam Al- Qur’an
yang digandengkan dengan Iman. Hubungan antara Iman dan amal ( kerja) itu sama
dengan hubungan antara akar dengan pohon, yang salah satunya tidak mungkin
eksis tanpa ada yang lain. Islam tidak mengakui dan mengingkari sebuah keimana
yang tidak mengbuahkan perilaku yang baik. Al- Qur’an dengan tegas mengatakan
bahwasanya jika seorang muslim selesai melakukan shalat jum’at hendaknya dia
kembali melakukan aktifitas kerjanya. Dengan kata lain, pekerjaan yang
dilakukan hanya bisa dihentikan dalam waktu sementara pada saat melakukan
ibadah shalat.
Artinya:
Apabila telah ditunaikan shalat, Maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan
carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung. (
Q.S Al- jumu’ah: 10)
Islam
juga mendesak seseorang untuk bekerja keras dan menjanjikan pertolongan Allah
SWT bagi mereka yang berjuang dan berlaku baik. Allah menjanjikan pahala yang
berlimpah bagi seseorang yang bekerja dengan memberikan kepada mereka tuntutan
insentif untuk meningkatkan kualitas dan kauntitas kerjanya.
Artinya:
Dan bahwasanya seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang telah
diusahakannya, dan bahwasanya usaha itu kelak akan diperlihat (kepadanya).
kemudian akan diberi Balasan kepadanya dengan Balasan yang paling sempurna. (
QS An- Najm: 39- 41)
Etos
kerja bagi seorang muslim selain bisa dimotivasi oleh sikap yang mendasar itu
juga bisa dimotivasi oleh kualitas hidup
islami yang merupakan sebuah lingkungan yang dilahirkan dari semangat tauhid,
yang dijabarkan dalam bentuk amal saleh. Ini berarti etos kerja muslimin
merupakan cara pandang yang diyakini seorang muslim untuk memuliakan dirinya
sebagai manusia, dan juga sebagai manisfestasi dari amal saleh, dan oleh
karenanya mempunyai nilai ibdah yang sangat luhur dihadapan Tuhan.
Dalam
konsep ekonomi konvensional, manusia sebagai pelaku kegiatan ekonomi menjadikan
kerja sebagai kebutuhan pribadi tanpa ada keterkaitan religius. Manusia sebagai
salah satu faktor produksi yang menyediakan tenaga kerja akan mendapatkan gaji
dan upah yang akan digunakan untuk dua tujuan. Yang pertama adalah untuk
membeli barang ataupun jasa yang diperlukannya, dalam perekonomian yang masih
rendah taraf perkembangannya, sebagian besar pendapatannya dibelanjakan untuk
membeli makanan dan pakaian dan pengeluaran lain seperti pendidikan, perumahan,
rekreasi dll. Yang kedua, disamping dibelanjakan pendapatan yang diterima akan
disimpan atau ditabung. Penabungan ini dilakukan untuk memperoleh bunga atau
deviden yang juga berfungsi sebagai cadangan dalam menghadapi berbagai kemungkinan
dimasa depan.
Dari
kedua uraian ini dapat disimpulkan bahwa dalam konsep bisnis konvensional
bekerja merupakan suatu kebutuhan pribadi. Bekerja dipandang sebagai kewajiban
yang harus dilakukan untuk bisa memenuhi segala kebutuhan hidup dari gaji atau
upah yang diperoleh dari bekerja. Untuk bisa memperoleh gaji atau upah yang
baik maka seorang menyikapi bahwa aktualisasi diri merupakan kunci, yakni
apabila bekerja dengan tekun dan keras saja sudah cukup sebagai kunci
keberhasilan. Berbeda halnya dengan konsep bisnis Islam yang menjadikan kerja
sebagai suatu kegiatan yang tak hanya menghaslkan materil namun juga merupakan
suatu ibadah yang merupakan suatu penunjukan sikap menjadi yang terbaik karena
Allah dan kesuksesan diperoleh karena usaha dan doa.
C. Modal
Menurut
Al- Qur’an tujuan dari semua aktivitas manusia hendaknya diniatkan untuk
Ibtighai mardhatillah ( menuntut kerihaan Allah) karena aktivitas yang mencari
keridhaan Allah ini adalah merupakan kebaikan. Dengan demikian maka seluruh
investasi dan kekayaan seseorang itu dalam hal- hal yang benar tidak mungkin
untuk dilewatkan penekanannya. Karena kekayaan Allah itu adalah tidak terbatas
da tidak pernah habis.
Pentingnya
modal dalam kehidpan manusia ditunjukkan dalam Al- qur’an dalam surat Ali
Imran: 14
Artinya:
Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang
diingini, Yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak,
kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan
hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga).
Kata
متع berarti modal karena disebut emas dan perak, kuda yang bagus dan ternak
(termasuk bentuk modal yang lain). Kata زين
menunjukkan kepentingan modal dalam kehidupan manusia. Sayyidina Umar
r.a selalu menyuruh ummat islam untuk mencari lebih banyak aset dan modal. Ini
menunjukkan bahwa modal tidak hanya menjadi prioritas dalam sistem ekonomi
modern seperti saat ini tetapi dalam kenyataan telah terfikirkan sejak 15 abad
yang lalu dimasa awal kedatangan Islam. Memang perlu diakui tanpa ketersediaan
modal yang mencukupi hampir mustahil rasanya bisnis yang ditekuni bisa
berkembang sesuai dengan yang ditargetkan. Hanya saja sistem ekonomi Islam
mempunyai cara tersendiri dibanding dengan sistem kapitalis yang selalu
berupaya memperkuat modal denga memperbesar produksi. Untuk mencapai target
yang diinginkan ini bisa saja menghalalkan segala cara tanpa memikirkan apakah
sistem yang ditempuh menguntungkan atau merugikan pihak lain.
Dalam
pandangan ekonomi konvensional, capital ( modal) adalah bagian dari harta
kekayaan yang digunakan untuk menghasilkan barang dan jasa. Dalam
operasionalnya capital mempunyai kontribusi yang cukup bagi terciptanya barang
dan jasa. Sebagai konsekuensi, capital berhak mendapatkan kompensasi atas jasa
yang diberikan. Dalam kapitalisme, capital berhak mendapatkan bunga sebagai
konpensasi pinjaman ( reaturn of loans).
Modal
dalam arti uang dan barang modal diperlukan oleh pengusaha, baik pada saat
memulai usaha maupun setelah usaha berjalan. Dengan adanya uang pengusaha dapat
membeli bahan baku, pembayaran gaji dan upah, melakukan aktivitas promosi dan
distribusi produk, dan dapat melakukan kewajiban- kewajiban perusahaan yang
jatuh tempo.[10] Dalam perekonomian modern perusahaan- perusahaan memerlukan
modal untuk menjalankan dan memperbesar usahanya. Sebaliknya rumah tangga
memiliki kelebihan pendapatan yang dapat dipinjamkan dengan harapan untuk memperoleh
bunga (Interest).
Menurut
aliran klasik Interest rate merupakan kompensasi atas saving (tabungan) yang
dilakukan. Nilai bunga yang ada sangat dipengaruhi oleh banyaknya penawaran dan
permintaan atas tabungan. Menurut Keynes
Interest rate merupakan kompensasi atas pengorbanan kita terhadap
liquiditas yang kita miliki. Adapun besarnya ditentukan oleh money supply dan
money demand.
Dengan
demikian dapat dilihat dengan jelas perbedaan bahwa bagaimana konsep modal
dalam pandangan Islam dan konvensial. Islam mengutamakan modal yang Halal dan
diberkahi sedangkan dalam konsep konvensional disamping digunakan modal yang
halal ada juga modal yang memiliki unsur riba yakni bunga baik pinjaman maupun
simpanan yang diharamkan dalam Islam. Kharufa dalam kitabnya yang berjudul Ala
‘Ad-Din Ar-Riba wa Al- Faa’ idah telah melakukan evaluasi terhadap semua
pendapat baik pro maupun kontra terhadap sistem bunga ini. Dan akhirnya dia
mengambil kesimpulan sebagai bahwa apa yang disebut dengan bunga (Interest) tak
lain adalah riba, yang dilarang dalam Islam. Tak perduli bagaimanapun
atraktifnya nama yang dipergunakan. Dan bagaimanapun mereka memoles gambaran
tentang itu sehingga membuat sistem bunga itu diterima, itu tetap sebagai riba
dan karenanya dilarang.
D. Etika Produksi
Produksi
merupakan urat nadi dalam kegiatan ekonomi. Dalam kehidupan ekonomi tidak akan
pernah ada kegiatan konsumsi, distribusi maupun perdagangan barang dan jasa
tanpa adanya proses produksi. Secara umum produksi merupakan proses untuk
menghasilkan suatu barang dan jasa, atau
proses peningkatan utility (nilai) suatu
benda. Dalam istilah ekonomi produksi merupakan suatu proses ( siklus)
kegiatan- kegiatan ekonomi untuk menghasilkan barang atau jasa tertentu dengan
memanfaatkan faktor- faktor produksi dalam waktu tertentu. Dalam teori produksi
dijelaskan tentang prilaku produsen dalam memaksimalkan keuntungannya maupun
mengoptimalkan efisiensi produksinya. Dalam konsep ekonomi konvensional
produksi dilakukan karena adanya kinginan yang tidak terbatas dari konsumen,
sehingga memunculkan perusahaan- perusahaan yang menghasilkan barang dan jasa
yang diinginkan oleh konsumen tersebut tanpa adanya batasan halal atau haram.
Dalam
ekonomi Syariah ada beberapa nilai yang mebuat sistem produksi berbeda dimana
barang dan jasa yang ingin diproduksi, dan proses produksi, serta proses
distribusi harus sesuaidngan nilai- nilai syariah. Dengan artian, semua
kegiatan yang bersentuhan dengan produksi dan distribusi harus dalam kerangka
halal. Karena itu, terkadang dalam sistem ekonomi islam ada pembatasan produksi
terhadap barang- barang mewah yang bukan merupakan barang kebutuhan pokok.
Dengan tujuan untuk menjaga pendapatan agar tetap optimal. Selain itu barang
yang diproduksi harus merefleksikan kebutuhan dasar masyarakat, sehingga
produktifitas barang dapat disesuaikan dengan prioritas kebutuhan yang harus
didahulukan untuk diproduksi. Sejatinya produsen muslim tidak akan memproduksi
barang dan jasa yang bersifat tersier dan sekunder selama kebutuhan primer
masyarakat terhadap barang dan jasa belum terpenuhi.
E. Instrumen Pemberdayaan Masyarakat
Tanggung
jawab sosial perusahaan yang merupakan salah satu topik etika bisnis yang
banyak dibicarakan dalam literatur di Amerika Serikat, dikenal dengan istilah
Corporate social responsibility (CSR). Pada prinsipnya menekan agar perusahaan
tidak memposisikan diri sebagai menara gading dan institusi elitis yang
mengisolir diri dari lingkungan sekitarnya. Padahal tanpa dukungan dari
stakeholder eksistensi sebuah perusahaan tidak akan pernah terwujud. Mereka
ada, tumbuh, dan berkembang tidak lepas karena adanya pengakuan dan daya dukung
stakeholder yang mendukungnya, baik langsung maupun tidak langsung. Dengan
saling dukung itu akan muncul saling menguntungkan antara kedua pihak. Menurut
Budimanta stakeholder yang dimaksud
antara lain pemerintah, Investor, supplier, costumer, kelompok politik, para
pekerja, masyarakat, dan asosiasi perdagangan.
Wujud
dari program CSR itu berupa bantuan yang sifatnya jangka pendek untuk kepentingan seperti
bantuan perayaan hari- hari besar Nasional, dan juga program pemberdayaan
masyarakat dalam jangka panjang seperti pembuatan koperasi simpan pinjam,
pemberian beasiswa, program orang tua asuh bagi usaha mikro, kecil dan menengah
(UMKM) dan lain sebagainya.
Dilihat
dari kacamata etika bisnis Islam yang dijadikan sebagai instrumen sosial bagi
perusahaan itu adalah zakat, Infaq, Shadaqah dan Waqf. Zakat, Infaq dan
Shadaqah merupakan instrumen sosial yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan dasar fakir dan miskin serta
golongan- golongan yang termasuk dalam kategori Mustahik zakat. Dalam
perkembangannya, intrumen sosial ini dapat menimbulkan dampak bagi kehidupan
sosial-ekonomi masyarakat. Diantara dampak yang ada adalah sebagai berikut:
a. Produksi
Dengan
adanya zakat, infaq, shadaqah, fakir dan miskin dapat memenuhi kebutuhan
dasarnya. Seluruh income yang mereka dapatkan akan dikonsumsikan untuk memenuhi
kebutuhan sekunder meraka. Dengan demikian, permintaan yang ada dalam pasar
akan mengalami peningkatan, dan seorang produsen harus meningkatkan produksi
yang dilakukan untuk memenuhi demand yang ada. Sebagai Multiplier effect
pendapatan yang diterima akan naik dan investasi yang dilakukan akan bertambah.
b. Lapangan kerja
Dengan
adanya zakat, infaq, dan shadaqah permintaan tenaga kerja akan meningkat dan
akan mengurangi pengangguran, karena akibat dari meningkatnya produksi dan
investasi dalam usaha sehingga permintaan terhadap tenaga kerja akan meningkat.
c. Pengurangan kesenjangan sosial
Islam
mengakui adanya perbedaan atas tingkat kehidupan dan rezki masyarakat, hal
tersebut sesuai dengan kemampuan dasar manusia. Akan tetapi, perbedaan yang ada
bukan berarti membiarkan orang yang kaya semakin kaya dan yang miskin semakin
jatuh miskin sehingga kesenjangan sosial semakin nampak. Karena itu
diperlukan intervensi untuk
meminimalisir keadaan tersebut. Salah satu instrumen untuk meminimalisir
kesenjangan tersebut adalah diwajibkannya zakat bagi orang- orang kaya. Hal
tersebut juga dimaksudkan agar harta tidak hanya berputar disekitar orang-
orang kaya. Firman Allah SWT:
ö’s
Artinya:
supaya harta itu jangan beredar di antara orang-orang Kaya saja di antara kamu.
( QS. Al- Hasyr: 7)
d. Pertumbuhan ekonomi
Dengan
adanya zakat, infaq, dan shadaqah menyebabkan meningkatnya pendapatan fakir dan
miskin yang akhirnya konsumsi yang dilakukan juga mengalami peningkatan. Secara
teori, dengan adanya peningkatan konsumsi maka sektor produksi dan investasi
akan mengalami peningkatan. Dengan demikian permintaan terhadap tenaga kerja
ikut meningkat sehingga pedapatan dan kekayaan masyarakat juga akan mengalami
peningkatan. Fenomena tersebut mengindikasikan adanya pertumbuhan ekonomi dan
sosial masyarakat.
DAFTAR
PUSTAKA
Amin Abdullah.
(1995). Falsafah Kalam di Era PostModernisme. cet. 1,
Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Bertens, K.
(2000). Pengantar Etika Bisnis, Penerbit Kanisius.
Bartens, K.
(2005). Pengantar Etika Bisnis. cet. 5. Yogyakarta: Kanisius.
Eldine, Achyar,
Etika Bisnis Islam,dalam google/etika bisnis islam
M. Dawam Rahardjo.
(1990). Etika Ekonomi dan Manajemen. Cet. 1. Yogyakarta:
PT.Tiara Wacana
Yogya.
Dr. Ahmad, Mustaq Etika
Bisnis Dalam Islam, Alih bahasa Samson Rahman (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar,
2005)
Ir. Karim, Adiwarman A,
S.E., M.B.A.,M.A.E.P, Ekonomi Mikro Islami, ( Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada, 2007)
Solihin, Ismail S.E,
Pengantar Bisnis : Pengenalan Praktis & Studi Kasus, ( Jakarta: Kencana,
2006 )
Sukirno, Sadono, Mikro
Ekonomi: Teori Pengantar, ( jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2011)
Dr. Djakfar, Muhammad
S.H, M.Ag, Etika Bisnis Dalam Persfektif Islam, (Malang: UIN Malang Press,2007)
Dr. Sa’ad Marthon,
Said, Ekonomi Islam di Tengah Krisis Ekonomi Global, ( Jakarta: Zikrul Hakim,
2007)
sip
BalasHapus